Bagaimanakah Kabarmu di ruang sendiri? Singgah-kah kamu ke sudut memori, ruang dimana pernah ada kita?
Ingatkah kamu, awal perkenalan kita?, perkenalan yang dimulai dengan sebuah pesan berisi kata “Konnichiwa”, yang singkat namun mengukir senyuman. Berawal dari satu pesan singkat hingga berakhir di enam ribu enam ratus lima puluh delapan (6658) pesan.
Ingatkah kamu, selalu mengirim pesan disekitar jam 8 pagi?. “Pagi”, “Bangun”, “Sayang”, “Kerja Yang”, “Aku sudah di Kantor”. Kini, hilang meninggalkan candu.
Ingatkah kamu, selalu menceritakan aktifitasmu, temanmu, keseruanmu bermain games, mengirimkan foto-foto apa yang sedang kamu lakukan, lokasi kamu berada, dan apa yang kamu makan?. Kini, aku hanya menerka-nerka.
Ingatkah kamu, selalu bertanya disetiap hari libur “weekend ini kamu ngapain?”, “liburan kamu di rumah aja?”. Lalu kamu selalu menawarkan diri untuk berjumpa, tak peduli jarak kita yang jauh, tak peduli seberapa lelahnya kamu, kamu selalu akan hadir untuk mengisi kekosongan hari liburku. Kini, aku enggan bertemu hari libur.
Ingatkah kamu, ketika kita disibukan oleh aktifitas dan jarak yang tidak memungkin untuk kita arungi setiap hari, hanya agar rindu itu terealisasi. Kata “kangen”? yang mewakili yang kita rasa. Kini, “kangen” itu sudah tidak miliki tuan dan tempat.
Ingatkah kamu, tempat yang kita kunjungi, ruas jari yang selalu kau genggam, tatapan yang mengukir senyuman, dekap hangat, percakapan dari hal konyol hingga hal serius?. Kini, hanya tersimpan di Hippocampus.
Ingatkah kamu,rencana yang sudah kita bicarakan seakan kisah sempurna akan tiba?. Kini, rencana itu hanya menjadi wancana yang berujung sedih.
Ingatkah kamu, ketika akhirnya kamu memberikan jarak, menjadi orang asing, menghilang tanpa pamit,ditengah hubungan kita yang sedang baik-baik saja?. Kini, berujung meninggalkan ribuan tanya.
Kini,hanya kenangan dan sisa rasa di dada, tidak ada lagi ruang dan waktu bersama. Di Ruang sendiri aku berdoa, menanggis, merindu, bertahan, menunggu, menerka-nerka kesalahan apa yang aku lakukan,mencoba memahami, dan mencoba merelakan.
Kini, sambil tertatih, kamu kurindu dan kunanti.
Komentar
Posting Komentar